Sebuah fakta bahwa 9 dari 15 juara paralel bersarang di SELADA. Sebuah fakta juga banyak yang menganggap kelas kami tak kompak. Akhirnya, sebuah fakta pula, seorang Dita berani bicara dengan sinisnya, “Punya hak apa mereka yang tidak menjadi komunitas SELADA untuk berani bicara seperti itu?” *plok3, aku setuju!* .... (Mariana Widjaja)

Jumat, 18 Maret 2011

RENUNGAN Jumat, 18 Maret 2011

“Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Ya Yesus, dampingilah aku agar dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah menghakimi atau menuduh orang lain serta memberikan cap negatif terhadap seseorang, tanpa tahu alasan yang sebenarnya.

Jumat, 18 Maret 2011
Pekan Prapaskah I (U)St. Salvator; St. Anselmus dr Lucca;
St. Syrillus dr Yerusalem; B. Martha
Bacaan I: Yeh. 18:21–28
Mazmur : 130:1–2,3–4ab,4c–6,7–8; R: 3
Bacaan Injil : Mat. 5:20–26


Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau ter­ingat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah per­­sem­bahanmu di depan mezbah itu dan pergi­lah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persem­bahanmu itu.
Segeralah berdamai dengan lawanmu se­la­ma engkau bersama-sama dengan dia di te­ngah jalan, supaya lawanmu itu jangan menye­rahkan engkau kepada hakim dan hakim itu me­nyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau mem­bayar hutangmu sampai lunas.”



Renungan

Ada sepasang suami istri. Mereka hidup rukun dan selalu bepergian berdua. Suatu hari terbetik berita, sang suami meninggal dunia karena bunuh diri. Tentu saja berita ini mengagetkan semua orang. ”Bagaimana mungkin bapak ini bunuh diri? Bukankah kehidupan rumah tangganya begitu harmonis?” begitu orang banyak bertanya-tanya. Rupanya jawabannya ada di dalam buku harian yang ditinggalkan sang almarhum. Dalam buku tersebut, lelaki itu menceritakan penderitaannya yang mendalam. Ia tidak tahan atas sikap-sikap istrinya yang selalu menang sendiri, egois, dan pemboros. Ia berusaha untuk tetap bertahan dan berlaku seolah-olah tidak ada masalah, tetapi akhirnya ia memilih mati bunuh diri.


Rupanya, apa yang tampak di muka umum selama ini tidak lebih sekadar formalitas alias basa-basi belaka. Pada lubuk hati yang terdalam, suami istri tersebut hidup dalam dunianya masing-masing. Hal yang sama dilakukan oleh kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat di zaman Yesus. Mereka menjalankan hukum hanya di permukaan saja. Hidup keagamaan mereka penuh dengan kemunafikan. Mereka merasa puas dianggap telah menjalankan segala aturan dan hukum.

Yesus mengingatkan kita untuk masuk pada inti sari suatu hukum. Tidak ada gunanya kita menaati hukum ”jangan membunuh”, kalau hubungan kita dengan sesama penuh dengan kebencian dan kemarahan.

Tidak ada komentar: