Sebuah fakta bahwa 9 dari 15 juara paralel bersarang di SELADA. Sebuah fakta juga banyak yang menganggap kelas kami tak kompak. Akhirnya, sebuah fakta pula, seorang Dita berani bicara dengan sinisnya, “Punya hak apa mereka yang tidak menjadi komunitas SELADA untuk berani bicara seperti itu?” *plok3, aku setuju!* .... (Mariana Widjaja)

Minggu, 20 Maret 2011

RENUNGAN 20 Maret 2011




RENUNGAN Minggu, 20 Maret 2011
”Berdirilah, jangan takut!” Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri < Mat. 17:1–9> Ya Allah, terima kasih atas kesadaran berharga yang boleh aku alami. Aku tidak akan lagi gentar bila harus mengalami kesulitan dan penderitaan hidup. Amin.
Minggu, 20 Maret 2011
Pekan Prapaskah II (U)
B. Sebastianus dr Torino;
St. Fransiskus Maria dr Camporosso
Bacaan I: Kej. 12:1–4a
Mazmur : 33:4–5,18–19,20,22; R: 22
Bacaan II : 2Tim. 1:8b–10
Bacaan Injil : Mat. 17:1–9

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes sau¬daranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang.Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Kata Petrus kepada Yesus: ”Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: ”Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: ”Berdirilah, jangan takut!” Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri.
Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: ”Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.”

Ada seorang dokter yang sukses. Ia pandai, amat dikenal, dan kaya raya, padahal ia berasal dari keluarga sederhana. Dalam suatu wawancara, dokter ini menceritakan kisah suksesnya. Menurutnya, sewaktu ia masih kecil, ia pernah bertemu seorang dokter yang amat kaya dan disegani di kampungnya. Sebagai anak kecil, ia berpikir, ”Seandainya aku menjadi dokter seperti dia, pasti aku akan dihargai banyak orang, mempunyai banyak uang, dan hidup senang!”

Sejak itulah ia bercita-cita untuk menjadi dokter. Gambaran masa depan yang gemilang, menjadi pemicu baginya untuk bekerja keras. Semua kesulitan ia hadapi sampai akhirnya ia meraih cita-citanya untuk menjadi dokter yang sukses.

Injil Matius, Lukas, dan Markus menempatkan kisah penampakan di Gunung Tabor langsung sesudah pemberitaan pertama tentang penderitaan Yesus. Pemberitaan itu mengguncangkan para murid. Petrus dan murid-murid yang lain sulit menerima kenyataan itu. Namun, kemuliaan di Gunung Tabor yang mereka alami, memberi terang segalanya. Yesus memang akan mengalami penderitaan dan kematian, tetapi pengalaman itu bukan sekadar nasib sial yang harus diterima. Yesus menerima penderitaan-Nya dengan bebas karena dengan cara itulah Dia akan masuk ke dalam kemuliaan-Nya. Pengalaman Gunung Tabor dan Bukit Golgota adalah dua pengalaman yang tidak terpisahkan.

Tidak ada komentar: