"...engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu."
Sabtu, 26 Maret 2011
Pekan Prapaskah II (U) St. Ludgerus; St. Ireneus dr Sirmium
Bacaan I: Mi. 7:14–15,18–20
Mazmur : 103:1–2,3–4,9–10,11–12; R: 8a
Bacaan Injil : Luk. 15:1–3,11–32
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, ”Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: ”Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Renungan
Dosa itu amat beragam. Ada macam-macam jenis dan tingkat dosa. Salah satu akar dosa adalah egoisme, yaitu sikap hanya memperhatikan diri sendiri dan tertutup terhadap orang lain. Sikap egoisme telah ditunjukkan dengan jelas pada diri Anak Bungsu. Anak Bungsu dalam Injil sebenarnya memiliki segalanya, tetapi tentu saja bersama orangtua dan kakak kandungnya. Ia ingin memutuskan hubungan dengan mereka dan hanya menginginkan bagiannya untuk dirinya sendiri. Pergi ke negeri yang jauh adalah simbol pemutusan hubungan dengan orangtua dan sanak-saudaranya, dengan sesamanya.
Perumpamaan anak yang hilang sebenarnya menceritakan tentang kehidupan dan kematian. Anak yang bungsu telah memilih jalan kematian, yaitu pemutusan hubungan dengan orangtua dan sanak saudara. Sementara jalan kehidupan adalah mempertahankan terjalinnya dialog dan relasi dengan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar